CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Kamis, 16 Mei 2013

Discussion Questions Case 5 (Planning an EMR Implementation)

Discussion CASE V "Planning And EMR (Electronic Medical Record) Implementation"

1. * Penilaian yang kami dapatkan dalam masalah ini adalah :
Adanya suatu kesenjangan yang terjadi akibat peralihan penggunaan sistem informasi kesehatan. Situasi seperti ini sangat tidak mendukung terwujudnya tujuan organisasi kesehatan.  Masalah penggunaan EMR pada institusi kesehatan cukup menimbulkan tantangan  terhadap realisasinya secara nyata dan optimal.  
Sistem informasi komite pengarah LMWC menyetujui adanya akuisisi dan implementasi sistem CPOE. Keputusan ini diikuti analisis mendalam tentang strategi organisasi, upaya rumah sakit lain, dan persembahan penjual. LMWC(Leonard Williams Medical Center ) ingin memulai inisiatif ini besar. Namun adanya tindakan dari para kelompok dokter yang ingin menggunakan EMR (Elektronik Medical Record) , namun WMS (William Medical Service)  prihatin tentang ancaman compatitive terhadap EMR tersebut.  Sekarang WMS telah memutuskan untuk memeperbarui rencana dan  menerapkan EMR. dokter mulai melihat penawaran penjual tetapi tidak melibatkan LWMC CIO dan IT staf. Para dokter telah mengabaikan nasihat dan persyaratan teknis dan integrasi CIOdan CEO prihatin dengan proses ESDM dan diputuskan dari rencana pusat medis TI. Hal itulah yang bisa menimbulkan konflik manajemen yang apada LMWC dan dikhawatirkan jika ini terus berlanjut maka akan terjadi penurunan kinerja pelayanan medis dari LMWC tersebut. Ini juga akan berdampak pada keberlangsungan sarana pelayanan medis tersebut.
  • Kemungkinan alasan kelompok dokter untuk memutuskan  melanjutkan pada jalur independen adalah : mereka ingin memiliki sistem sendiri yang lebih terintegritas keseluruh unit pelayanan medis tanpa prosedur yang panjang dan memakan banyak waktu dan tenaga. Mereka mungkin berorientasi bahwa dengan Elektronik Medical Record mereka bisa lebih praktis dalam memberikan tindakan dan pemeriksaan kondisi pasien. Dan dengan mengelola sistem itu sendiri mungkin mereka berpikir bisa lebih efektif dan efisien tanpa jalur prosedural yang rumit . 
2. Jika kami menjadi CEO, yang saya akan lakukan untuk mengembalikan alignment, yaitu dengan menyesuaikan bisnis strategi LWMC dengan program-program serta kebijakan yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Melakukan Operasi, pemasaran, strategi, pendanaan, penciptaan budaya perusahaan, sumber daya manusia, perekrutan tenaga kerja, pemutusan hubungan kerja, penjualan, hubungan masyarakat, dan sebagainya.
Kemudian, jika kami dihadapkan pada situasi yang  demikian. Tentunya, mau tidak mau kami harus memilih antara EMR atau CPOE. Berdasarkan analisis segi pertimbangan dan lain hal kami memilih untuk menggunakan sistem CPOE. Dikarenakan CPOE memiliki banyak manfaat diantaranya, dapat mengurangi keterlambatan dalam rangka penyelesaian, mengurangi kesalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan atau transkripsi, memungkinkan order entry pada titik perawatan atau off-site, menyediakan pemeriksaan kesalahan untuk dosis duplikat atau salah atau tes, dan menyederhanakan inventarisasi dan posting biaya. CPOE merupakan bentuk perangkat lunak manajemen pas untuk diaplikasikan. Penerapan komponen CPOE dari EMR akan menimbulkan tantangan yang akan membutuhkan kreativitas dan keuletan
Kemudian kami berpendapat bahwa pihak LWMC tidak harus berasal dari vendor yang sama. Pada dasarnya vendor system informasi di rumah sakit berperan sebagai penghubung atau konektivitas ke Hospital Information System (HIS), EMR (Electronic Medical Record). Sebaiknya, LWMC memilki vendor yang netral dalam arti kata vendor system untuk kebutuhan rumah sakit yang akan memberikan rumah sakit fleksibilitas dan skalabilitas yang dibutuhkan untuk menghubungkan ke beberapa system. 

3. Memperbaiki system dengan cara memperbaiki system informasi dan system menanejemen informasi dan system yang dibuat harus terintegrasi. Komite RS tersebut harus menjalin relasi dengan bawahan dan meberitahu tugas-tugas serta informasi kepada bawahan tersebut sehingga koordinasi dapat tercipta. Motivasi kerja komite RS harus ditingkatkan, sehingga kepuasan kerja baru bisa dicapai.  Komite RS harus meningkatkan pengawasan terhadap tugas-tugas yang di emban. Tugas-tugas yang diberikan harus jelas

Rabu, 15 Mei 2013

Hambatan-hambatan penerapan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) di Indonesia



Melihat Sistem Informasi Kesehatan yang ada di Indonesia, maka kita bisa menilai bahwa penerapannya masih cukup kurang. Khususnya untuk Surveilans yang berfungsi untuk menggambarkan segala situasi yang ada khususnya perkembangan penyakit sehingga berpengaruh terhadap derajat kesehatan setiap individu di dalam populasi yang ada.
Sebagai contoh misal gambaran Sistem Informasi Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan. Timbul berbagai permasalahan tetrkait penerapan Sistem Informasi kesehatan, disana digambarkan bahwa masih ditemukannya beberapa puskesmas yang tidak sesuai dalam proses pencatatan dan pendataan. Terbukti dengan masih adanya 5 Puskesmas yang tidak menggunakan komputer dari 19 Puskesmas yang ada.
Tidak hanya masalah tersebut saja, yang menjadi penghambat atas penerapan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) di Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan. Melainkan masih banyak sekali masalah yang timbul, yaitu :
a.       Untuk mengakses data sulit karena terpisah antara program.
b.      Adanya perbedaan data antar bagian dengan data yang sama, misalnya jumlah bayi.
c.       Sulitnya menyatukan data karena format laporan yang berbeda-beda.
d.      Adanya pengambilan data yang sama berulang-ulang dengan format yang berbeda-beda dari masing-masing bagian.
e.       Waktu untuk mengumpulkan data lebih lama, sehingga pengolahan dan analisis data sering terlambat.
f.       Pimpinan sulit mengambil keputusan dengan cepat dan akurat karena data berbeda dan keterlambatan laporan.
Jadi, apabila melihat dari penjabaran di atas maka bisa disimpulkan bahwa faktor-faktor yang sering menghambat SIK (Sistem Informasi Kesehatan) yang bersifat daerah (SIKDA) maupun nasional (SIKNAS) berdasarkan gambaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan adalah faktor geografis (tempat dan lokasi), human resources medical atau tenaga kesehatan, infrastruktur pendukung (komputer, software, dan lain-lain), dan kebijakan mengenai SIKDA (Sistem Informasi Kesehatan Daerah) maupun SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional).
sources :

Scribd. 2012. Sistem Informasi Kesehatan. http://www.SISTEM-INFORMASI-KESEHATAn.htm

Senin, 13 Mei 2013

Standar Data Kesehatan Indonesia Belum Tersusun

SEMARANG, suaramerdeka.com - Forum Informatika Kesehatan Indonesia (FIKI) membahas perumusan standar data kesehatan di negeri ini di Hotel Patra Jasa Semarang, Selasa-Rabu (23-24/4).
Kegiatan yang diselenggarakan Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang itu berupaya untuk memberikan gambaran tentang pemanfaatan teknologi informasi dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Ketua Panitia FIKI 2013, Eti Rimawati MKes mengatakan, pemerintah telah berkomitmen untuk memenuhi jaminan kesehatan semesta pada 2014 mendatang. Untuk mewujudkan hal tersebut memerlukan dukungan teknologi maju.
"Melihat kenyataan sekarang, standar data kesehatan di Indonesia belum tersusun dengan baik. Bahkan, di masing-masing daerah belum memiliki standar data kesehatan," ungkap dosen Manajemen Informasi Kesehatan di Fakultas Kesehatan Udinus itu.
Agar dapat mencapai jaminan kesehatan semesta pada 2014, lanjut dia, provider kesehatan seperti puskesmas, apotik, rumah sakit harus memiliki integrasi data. Maka itu melalui forum ini hendak mengenalkan isu-isu baru terkait penggunaan teknologi informasi di bidang kesehatan.
Adapun pada acara tersebut dihadiri para pratisi, pembuat kebijakan, akademisi, peneliti, vendor dan pengguna teknologi informasi kesehatan. Mereka berdiskusi dan berbagi pengalaman serta pengetahuan terkait dengan sistem informasi atau informatika kesehatan.
Salah satu pembicara dari Korea, yaitu Prof Soon Man Kwon Phd menyampaikan, mengenai pengalaman dan implementasi asuransi kesehatan nasional di Negeri Ginseng tersebut. Sedangkan pembicara dari Thailand, Assistant Director General of Natl Health Security Office, Netnapis Suchonwanic mengatakan, sistem pendaftaran berbasis IT sudah diterapkan selama ini.
"Sistem tersebut menjadi syarat yang harus dipenuhi dalam mekanisme pendaftaran. Setiap warga negara Thailand dapat menunjukkan kartu kesehatannya saat berobat, dan datanya sudah terdaftar dalam data base," ungkapnya.
Hasil dari konferensi ini diharapkan dapat menjadi satu referensi bagi arah dan strategi implementasi sistem informasi di bidang kesehatan terkini secara nasional berikut memberikan masukan-masukan kepada pemegang kebijakan nasional terkait temuan-temuan di lapangan.
Eti menambahkan, forum ini ke depannya diharapkan juga bisa memberikan wadah bagi profesional informatika kesehatan untuk berdiskusi, berbagi ide-ide terkini implementsi teknologi informasi di institusi kesehatan, khususnya standardisasi pertukaran data elektronik.
"Selain itu, juga bermanfaat bagi penyelenggara pendidikan informatika kesehatan dalam memenuhi kebutuhan akan tenaga ahli yang kompeten," tandas Sekretaris Dekan Fakultas Kesehatan Udinus itu.

Sumber : ( Anggun Puspita / CN31 / JBSM)
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/04/23/154166/Standar-Data-Kesehatan-Indonesia-Belum-Tersusun